لْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ خَلَقَ
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَفَضَّلَهُ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ
بِالْإِنْعَامِ وَالتَّكْرِيْمِ، فَإِنِ اسْتَقَامَ عَلى طَاعَةِ اللهِ اسْتَمَرَّ
لَهُ هذَا التَّفْضِيْلُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ، وَإِلاَّ رُدَّ فِي الْهَوَانِ
وَالْعَذَابِ الْأَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَهُوَ الْخَلاَّقُ الْعَلِيْمِ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَهِدَ لَهُ رَبُّهُ بِقَوْلِهِ: {وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمِ} صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ سَارُوْا عَلَى النَّهْجِ القَوِيْمِ وَالصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا، أَمَّ بَعْدُ:
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَهِدَ لَهُ رَبُّهُ بِقَوْلِهِ: {وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمِ} صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ سَارُوْا عَلَى النَّهْجِ القَوِيْمِ وَالصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا، أَمَّ بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالىَ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَإِنَّمَا
يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Kwalitas
iman seseorang dalam Islam dapat diukur dengan komitmennya terhadap pengamalan
ajaran yang ada, baik itu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi maupun sosial
kemasyarakatan. Shalat sebagai salah satu dari rukun Islam tentu merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap muslim. Namun lebih dari itu
sebetulnya shalat tidak hanya merupakan kewajiban tetapi juga merupakan
kebutuhan bagi kaum yang beriman, karena shalat merupakan tiang agama.
Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW.
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا
فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ
Artinya:
“Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkan shalat,maka berarti ia
menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia
merobohkan agama”. (HR. Bukhari Muslim)
Hadits
di atas merupakan suatu rujukan bahwa tegak dan tidaknya agama Islam pada diri
seorang muslim tergantung pada keistiqamahan seorang hamba dalam melaksanakan
shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat
harus bisa memberikan warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba
yang terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati Allah dan menjauhkan diri
dari perilaku maksiat dan mungkarat.
Allah
SWT.Allah SWT. berfirman :
اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء
وَالْمُنْكَرِ.
Artinya
: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”. (Surah
Al-Ankabut: 45)
Ayat
di atas seharusnya mampu menjadi bahan perenungan bagi setiap muslim khususnya
umat Islam di Indonesia. Pertanyan yang seharusnya muncul didalam hati setiap
muslim adalah, sudahkah shalat ini dilaksanakan dengan baik dan benar?. Jika
dalam kehidupan sehari-hari ternyata seseorang masih sering melakukan
kemaksiatan dan kemungkaran, itu berarti ruh shalat belum merasuk ke dalam
jiwanya. Jika akhlak mereka masih belum baik, itu pertanda bahwa dirinya belum
menjiwai shalat yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, shalat yang
dilaksanakannya itu baru terbatas pada gerak badan saja tapi hati tidak pernah
sungguh-sungguh terlibat dalam shalat. Shalat yang demikian itu hanya bersifat
rutinitas sebagai pengguguran atas kewajiban yang membebani dirinya jika tidak
melaksanakannya. Maka tidak heran jika di tengah-tengah masyarakat sering
dijumpai orang yang rajin melaksanakan shalat tapi maksiat juga tetap jalan.
Dalam bahasa guraunya adalah STMJ (Shalat Tegak Maksiyat Jalan)
Sebagai
tiang agama, maka harus ada makna dan nilai setiap orang melaksanakan shalat,
sebagaimana diuraikan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyaa
Ulumuddin, yakni:
1.
Hudhurul Qolbi (menghadirkan jiwa). Ketika melaksanakan shalat harus konsentrasi
penuh semata-mata menghadap kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Segala
hal yang bersifat keduniaan harus kita lupakan sejenak, agar kita tidak
termasuk ke dalam golongan orang yang celaka, karena tergolong yang melalaikan
shalat.
Firman
Allah SWT.:
فَوَيْلُ لّلْمُصَلّيْن . اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ
صَلاَتِهِمْ سَاهُوْن.
Artinya:
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai
dalam shalatnya”. (Surah Al-Ma’un : 4-5)
2.
Tafahhum; yakni menghayati apa saja yang dikerjakan dalam shalat, baik berupa
bacaan maupun gerakan anggota badan lainnya. Karena di dalamnya tersimpan makna
pernyataan kesiapan, janji dan kepasrahan secara total kepada Allah SWT.
sebagaimana Firman-Nya :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِيْ
Artinya
: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Surah Thaha ; 14)
3.
Ta’zhim; artinya sikap mengagungkan Allah yang disembahnya serta adanya
kesadaran secara total bahwa manusia adalah sangat kecil di hadapan Sang
Pencipta, Allah Yang Maha Agung
4.
Al-Khouf; yakni rasa takut kepada Allah yang dilambari rasa hormat kepada-Nya.
5.
Ar-Roja’; yakni harapan untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya, dan yang ke
6.
Adalah Al-Haya’; yakni rasa malu kepada Allah, karena apa yang dipersembahkan
kepada-Nya sama sekali belum sebanding dengan rahmat dan karunia yang telah
diberikan-Nya kepada kita.
Dengan
mampu menghadirkan makna dan nilai-nilai shalat di atas, maka secara bertahap
akan timbul harapan bahwa akan ada hubungan timbal balik antara ibadah ritual
dalam ibadah shalat sebagai tiang agama dengan nilai-nilai yang tersembunyi di
dalamnya, yang akan dapat menghiasi kehidupan setiap muslim dalam kehidupan
pribadi sehari-hari dan akan membias dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
sepanjang hayatnya.
Kaum muslimin ‘azzakumullah
Di zaman yang semakin dekat dengan hari
akhir ini, kita menyaksikan suatu fenomena memaprihatinkan yang menimpa kaum
muslimin, yaitu sebuah realita banyaknya orang yang mengaku beragama Islam
namun tidak memahami hakikat agama Islam yang dianutnya, bahkan tingkah laku
keseharian mereka sangatlah jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri.
Di antaranya adalah banyaknya kaum
muslimin di masa sekarang yang mulai meremehkan dan menyia-nyiakan salat,
bahkan tidak sedikit dari mereka yang berani meninggalkannya dengan sengaja dan
terang-terangan. Padahal dalam Agama Islam, salat memiliki kedudukan yang tidak
bisa ditandingi oleh ibadah lainnya. Keistimewaan tersebut tergambar dengan
peristiwa isra’ dan mi’raj dimana Rasullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menerima wahyu perintah salat. Setelah beliau sampai di Sidratul Muntaha, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berbicara langsung kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Yang demikian itu menunjukkan bahwa betapa agung kedudukan ibadah salat
dalam Islam, karena ia adalah tiang agama, di mana agama ini tidak akan tegak
kecuali dengannya. Dalam suatu hadis sahih Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ
الصَلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Pokok agama adalah Islam (berserah
diri), tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR.
At-Tirmidzi no. 26160).
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Salat adalah ibadah yang pertama kali
diwajibkan setelah ikhlas dan tauhid, sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
وَمَآ أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا
االزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِيْنُالْقَيِّمَةِ
“Dan tidaklah mereka disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan
agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat,
dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dan sebagaimana sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى
يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِله إِلاّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّه ،
وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ،
عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الْإِسْلاَمِ،
وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله.
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kemudian mendirikan salat dan
menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan itu, maka mereka menjaaga darah dan
harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka diserahkan
kepada Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Salat juga merupakan amal pertama kali
yang akan dihisab di Hari Kiamat kelak, seperti tersebut dalam hadis dari
sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ
وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ.
“Sesungguhnya yang pertama kali dihisab
dari amal seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salat. Apabila salatnya baik,
maka ia telah berbahagia dan sukses, tetapi apabila salatnya jelek, maka ia
telah celaka dan rugi.” (HR. At-Tirmidzi, no. 413)
Di samping itu, salat adalah wasiat
terakhir Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, sebagaimana
telah diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwasanya ia berkata,
كَانَ مِنْ آخِرِ وَصِيَّةِ رَسُوْلِ اللَّه
الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ.
“Wasiat terakhir Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah ‘Kerjakanlah salat, Kerjakanlah salat, dan tunaikanlah
kewajiban kalian terhadap budak-budak yang kalian miliki.” (HR. Ahmad, no.
25944)
Hadirin yang Dirahmati Allah
Inilah gambaran agungnya kedudukan
ibadah salat dalam agama Islam yang kita anut. Alquran dan Sunah yang sahih
memberikan ancaman keras bagi orang yang meninggalkan salat. Dalam surat
Al-Mudatstsir ayat 42-43 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَاسَلَكَكُمْ فِي سَقَر. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ
الْمُصَلِّينَ
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam
Saqar (Neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu (di dunia) tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan salat.”
Adapun di dalam Sunah disebutkan bahwa orang
yang meninggalkan salat diancam akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman,
dan Ubay bin Khalaf. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا
وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا
لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ، وَكَانَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ.
“Barangsiapa yang menjaganya (salat
fardhu) maka pada Hari Kiamat dia akan memperoleh cahaya, bukti nyata (yang
akan membelanya), dan keselamatan. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka
dia tidak memiliki cahaya, bukti nyata (yang akan membelanya), dan keselamatan,
serta pada Hari Kiamat dia akan (dikumpulkan) bersama Qarun, Firaun, Haman, dan
Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, no. 6540,
Ad-Darimi, no. 2721, Sahih Ibnu Hibban, no. 1476. Syu’aib al-Arna’uth
mengatakan ‘Isnadnya sahih.’ Didhaifkan oleh al-Albani di dalam Dhaif al-Jami
no. 2851).
Jama’ah Jum’at hafizhakumullah
Lantas, apa hukum orang yang
meninggalkan salat?
Seluruh ulama umat Islam sepakat bahwa
orang yang meninggalkan salat karena mengingkari kewajibannya adalah kafir.
Namun kemudian mereka berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan salat
tanpa mengingkari kewajibannya. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ia
telah kafir dan keluar dari Islam. Sementara yang lain menyatakan bahwa
hukumnya masih berada di bawah kesyirikan dan kekafiran. Para ulama juga
berbeda pendapat tentang hukuman yang layak bagi orang yang meninggalkan salat.
Sebagian mereka berpendapat bahwa hukumannya adalah didera dan dipenjara,
sedangkan yang lain mengatakan bahwa ia harus dibunuh sebagai hukum had
baginya, bukan karena murtad.
Akan tetapi jamaah sekalian, terlepas
dari perbedaan pendapat para ulama tentang hukum dan hukuman bagi orang yang
meninggalkan salat dengan sengaja, hendaknya seorang muslim merasa takut
apabila keislamannya diperdebatkan oleh para ulama dengan sebab meninggalkan
salat. Meski seharusnya sudah cukup bagi kita untuk merasa takut jikalau
meninggalkan salat dikarenakan ancaman yang begitu keras dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala maupun dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga Ibnu
Qayyim berkata, “Orang yang meninggakan salat telah berbuat dosa besar daripada
berzina, mencuri, dan minum khamar. Orang yang meninggalkan salat akan
mendapatkan hukuman dan kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat.” (Kitab
Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha, Hal. 9).
Salat adalah kebutuhan batin seorang
hamba, layaknya makan dan minum sebagai kebutuhan lahirnya. Sehari saja manusia
tidak makan, maka badannya akan terasa lemas dan tidak berdaya. Makan adalah
hajat manusia dan penopang kesehatan badannya. Kebutuhan jasmani terhadap
makanan harus dipenuhi, sebagaimana kesehatan rohani juga harus dipenuhi.
Kebutuhan hati kita harus dipenuhi dengan banyak berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dan di antaranya adalah dengna mengerjakan salat.
Hadirin rahimakumullah
Perhatikanlah orang-orang yang tidak
salat! Hidupnya tidak mengalami ketenangan, meskipun secara lahiriyah hidupnya
kaya raya dan mempunyai harta yang berlimpah, namun mereka sama sekali tidak
mengalami ketenangan dan tidak juga kenyamanan. Berbeda dengan orang yang
salat, ia merasa tenang dan bahagia. Melaksanakan salat dapat menenangkan hati,
karena di dalam salat mengandung dzikrullah (mengingat Allah) dan itu mebawa
kepada ketenangan batin, sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم
بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Jiwa orang yang melakukan salat akan
mengalami ketenangan dan akan mendapatkan thuma’ninah dalam hidup. Berbeda
dengan orang yang enggan salat. Hidupnya mengalami was-was, tidak tentang,
ketakutan, dan selalu diganggu oleh setan.
Tunaikanlah salat karena ajal begitu
dekat. Laksanakanlah perintah-Nya selagi amal masih dicatat. Segeralah
bertaubat sebelum pintu-Nya tertutup rapat. Jadilah hamba yang taat demi meraih
surga-Nya yang penuh dengan nikmat.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
KHUTBAH JUM’AT KEDUA
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا
Ma’asyiral muslimin a’azzanallah
waiyyakum
Jika meninggalkan salat memang perkara
yang boleh disepelekan atau ditolerir, niscaya orang yang sedang sakit tidak akan
diperintahkan untuk mengerjakannya. Logika manakah yang membenarkan
diperbolehkannya meninggalkan salat bagi orang yang sehat, sementara orang yang
sakit saja diwajibkan untuk mengerjakannya? Ini menunjukkan bahwa orang yang
meninggalkan salat cenderung menuruti hawa nafsunya, mengikuti keinginan
syahwat, serta mengabaikan jalan yang lurus dan sesuai dengan logika akal
manusia.
Bagaimana pun keadaan yang kita alami,
maka salat wajib kita lakukan. Baik ketika sehat ataupun sedang sakit, dalam
keadaan safar maupun bermukim. Salat wajib yang lima waktu harus tetap
dikerjakan, bagaimana pun kondisi kita.Oleh sebab itu hadirin sekalian, dalam
khutbah yang singkat ini khatib ingin menasihati khatib pribadi dan jamaah
sekalian janganlah sekali-kali kita meremehkan salat apalagi meninggalkannya.
Jadilah kita termasuk hamba-hamba Alah yang selalu menjaga salat, karena kita
tidak tahu berapa umur kita yang tersisa. Berapa pun panjangnya usia kita,
namun kita meyakini bahwa kita pasti akan meninggalkan dunia yang fana ini. Dan
setiap orang yang mengadakan perjalanan pasti membutuhkan bekal. Sementara
perjalanan yang satu ini adalah perjalanan yang sangat panjang dan tidak akan
kembali lagi. Barangsiapa yang dalam perjalanan tersebut tidak memiliki bekal,
maka ia berarti telah menderita kerugian yang tak akan tergantikan dan tidak
ada bandingannya. Bagaimana seseorang selalu lalai, sementara usianya berlalu
bagaikan awan yang berarak di angkasa. Tiba-tiba saat ia dipanggil untuk
memenuhi janji yang tidak dapat ditunda-tunda (kematian), maka ia pun kemudian
mencari bekal, hanya saja yang ia dapati cuma tanah yang menghimpitnya,
sementara ia tidak mendapatkan orang yang dapat menyelematkannya atau
menolongya, wal’iyadzu billah.
Mudah-mudahan Allah memberikan kita petunjuk
untuk melaksanakan salat yang lima waktu dan melaksanakan kebaikan sesuai
dengan syariat. Mudah-mudahan Allah menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal
saleh yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan di
akhirat. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan
kita dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalan-Nya yang
lurus, jalan orang-orang yang Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para
nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang saleh,
bukan, jalan orang-orang tersesat.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ
أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ
0 komentar:
Posting Komentar